Pengemis merupakan sosok yg akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Hampir di setiap hari kita temui sosok ini, baik di perempatan jalan, warung, pertokoan, dan di tempat-tempat lainnya. Bahkan terkadang kita sendiri dihampiri para pengemis dan dimintai uang oleh mereka.
Sikap kita sendiri beraneka macam. Ada yg memberi tanpa melihat nilai uang yg diberikan. Ada juga yg mengibaskan tangan, tanda tidak mau keasikannya diganggu. Ada juga yg cuek, tidak peduli meski ada pengemis yg datang dan menghampiri.
Banyak alasan dari sikap2 mereka. Yg memberi cenderung beralasan bahwa mereka KASIHAN dan INGIN MEMBANTU. Ada juga yg menganggap mereka pemalas, sehingga tidak perlu diberi. Dan masih banyak lagi alasan lainnya… *anda sendiri bagaimana menyikapi para pengemis? apa alasannya??*
Latar belakang pengemis sendiri bermacam-macam. Ada yg akibat rumahnya tergusur, sehingga mereka (1 keluarga) menggunakan gerobak untuk berpindah-pindah tempat dan mencari sumbangan/makanan. Ada pula yg meninggalkan kampungnya untuk mencari kehidupan yg lebih baik di Jakarta, tapi tidak melengkapi dirinya dg kemampuan yg dibutuhkan sehingga akhirnya menjadikan pengemis sebagai profesi.
Perilaku pengemis sendiri bermacam-macam. Ada yg membawa/menggendong anak kecil, ada yg anggota tubuhnya luka-luka. Ada pula yg anggota tubuhnya cacat. Ada juga yg ‘mengancam’ dg menyatakan lebih baik mengemis (minta uang) daripada menjambret, dan masih banyak perilaku-perilaku lainnya.
Nah, aku tertarik dengan fenomena pengemis ini. Bagaimana sebenarnya Islam menyikapi pengemis ini?
Dari beberapa referensi yg aku dapatkan, didapat kesimpulan bahwa ISLAM MEMBOLEHKAN PENGEMIS (MINTA-MINTA).
Hal ini didasarkan hadits Rasululloh SAW,“Sesungguhnya meminta-minta itu sama dengan luka-luka yang dengan meminta-minta itu berarti seseorang melukai mukanya sendiri. Oleh karena itu, siapa mau silakan menetapkan luka itu pada mukanya, dan siapa mau silakan meninggalkan, kecuali meminta kepada sultan atau meminta untuk suatu urusan yang tidak didapat dengan jalan lain.” (HR Abu Daud dan Nasai)
Akan tetapi, meski demikian, Rasululloh SAW juga menyarankan untuk bekerja daripada mengemis, karena BEKERJA ITU LEBIH BAIK DARIPADA MENGEMIS. Dasarnya adalah hadits berikut,“Seorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan dan nafkah dirinya maka itu lebih baik dari seorang yang meminta-minta kepada orang-orang yang terkadang diberi dan kadang ditolak.” (Mutafaq’alaih)
Ini menunjukkan keutamaan dari bekerja. Karena pengemis, sebagaimana hadits di atas, kadang diberi kadang tidak..selain itu, mengemis CENDERUNG MENGHINAKAN DIRINYA SENDIRI (menorehkan luka di muka, sebagaimana hadits sebelumnya). Sementara jika bekerja, peluang laku (apalagi jika kerja di bidang yg dibutuhkan banyak orang) akan lebih besar. Selain itu, BEKERJA JUSTRU AKAN MEMULIAKAN DIRI. Dengan catatan, bahwa KERJA DI BIDANG YG HALAL…!!!
Selain itu, yg perlu diperhatikan adalah MENGEMIS HANYA BOLEH DILAKUKAN OLEH ORANG YG TIDAK MAMPU BEKERJA LAGI. Mari kita perhatikan hadits berikut,“Sedekah tidak halal buat orang kaya dan orang yang masih mempunyai kekuatan dengan sempurna.”(HR Tarmidzi)
Hadits yg lebih ‘keras’ bisa kita lihat,”Siapa yg meminta-minta pada orang lain untuk menambah kekayaan hartanya berarti dia menampar mukanya sampai hari kiamat dan makan batu dari neraka jahanam. Oleh karena itu, saa yg mau silakan minta sedikit dan siapa yg mau silakan minta sebanyak-banyaknya.”(HR Tarmidzi)
Dalam Al Qur’an sendiri, memberi uang/sedekah kepada pengemis, merupakan suatu kebajikan. Al Baqarah(2):177,“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
Meski demikian, dengan ‘panduan’ dari Rasululloh SAW tersebut, maka sudah sekitar 1-2 tahun lalu, aku membatasi memberi sedekah kepada pengemis. Kriteria pengemis yg aku beri sedekah:
1. Sudah tua
2. Cacat tubuh yg memang tidak memungkinkan dia bekerja
3. Keluarga nomaden, yg sering berpindah-pindah tempat tinggal. Di Jakarta, kita bisa temukan mereka di banyak tempat. Biasanya mereka tinggal di gerobak. Yg perlu diperhatikan juga, KELUARGA INI TIDAKLAH MENGEMIS, namun mereka berusaha/bekerja sebagai pemulung. Namun, aku LEBIH MENGUTAMAKAN MEMBERI keluarga seperti ini. Setidaknya mereka BERUSAHA/BEKERJA, tidak sekedar mengemis.
Pengemis yg TIDAK aku beri sedekah:
1. Masih muda, apalagi masih anak2
2. Membawa2 anak kecil…karena ini tindakan mengeksploitasi anak
3. Pengemis yg memaksa
Khusus untuk nomor 3, mungkin sedikit ‘aneh’. Pengemis memaksa…apakah ada? Jelas sekali ada pengemis yg berlaku demikian. Kita sedang tidak punya uang kecil (misalnya minimal 5000an), sehingga kita tidak bisa memberi, namun mereka malah memaksa. Saat aku baca sebuah buku hadits, ternyata ALLOH SWT TIDAK MENYUKAI PENGEMIS YG MEMAKSA.“Sesungguhnya Allah membenci orang yang keji, yang berkata kotor dan membenci orang yang meminta-minta dengan memaksa.” (AR. Ath-Thahawi)
Kesimpulannya:
1. Islam membolehkan orang mengemis. Namun, orang yg bekerja LEBIH BAIK daripada mengemis.
2. Memberi sedekah kepada pengemis merupakan suatu kebajikan.
3. Mengemis hanya dibolehkan jika orang tersebut BENAR2 TIDAK MAMPU lagi untuk bekerja.
4. Berikan sedekah kepada pengemis yg benar2 membutuhkan.